Bersyukur dengan Tumpeng


Bersyukur dengan Tumpeng

Gunung tidak hanya terlihat hijau atau biru dari kejauhan, tetapi ada juga yang berwarna kuning di atas tampah. Itulah tumpeng, tersaji lengkap dengan lauk-pauk dan sayurannya. Siap dinikmati bersama kerabat dan handai tolan.

Tumpeng adalah nasi yang biasanya berwarna kuning dan berbentuk kerucut. Nasi tumpeng dihidangkan beserta tahu dan tempe bacem, ikan, serta sayuran urap. Sedangkan di luar tampah disajikan ayam utuh, umbi-umbian, bubur dan jajanan pasar.

Jika orang-orang di benua Amerika dan Eropa merayakan Thanks Giving dengan menyantap ayam kalkunnya, orang Vietnam memeriahkan Imlek dengan kue chungnya (bahn chung), maka orang Indonesia dengan tumpengnya. Masakan spesial ini dihidangkan untuk mengeskpresikan rasa syukur atas suatu pencapaian.

Bersyukur karena naik jabatan, berprestasi dalam pendidikan, menang perlombaan, membuka usaha baru, meluncurkan suatu produk atau karya, kelahiran anak, ulang tahun kita maupun kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus. Apapun agamanya semua peristiwa penting dalam kehidupan, sering kami peringati dan syukuri lewat sajian tumpeng.

 

Mengapa Tumpeng?

Mari kita melihat jauh ke belakang. Tradisi tumpeng berasal dari masyarakat di pulau Jawa, lalu dilaksanakan pula di Madura dan Bali. Kini perayaan dengan tumpeng telah menyebar ke pelosok nusantara sampai mancanegara, seperti Malaysia, Singapura bahkan Belanda yang nun jauh di sana. Di negeri kincir angin masakan ini disebut rijsttafel.

Di balik tradisi tumpeng yang biasa dipakai dalam acara ‘selametan’ (menurut orang Jawa), terdapat nilai-nilai filosofis yang dalam. Sejak zaman dulu kala, tumpeng ini sering dijadikan sebagai simbol persembahan. Bentuk kerucut pada nasi tumpeng melambangkan gunung yang dulu dipercaya sebagai tempat peristirahatan arwah nenek moyang.

Sajian tumpeng bisa dikatakan juga sebagai bentuk representasi hubungan antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan alam dan sesama manusia. Dalam kitab Tantu Panggelaran yang ditulis pada zaman Majapahit, dikisahkan bahwa ketika Pulau Jawa berguncang, Batara Guru dalam konsep Hindu memerintahkan membawa puncak Mahameru India untuk menstabilkan Pulau Jawa dan jadilah Gunung Semeru di Jawa Timur.

Pengaruh Hindu di tanah Jawa inilah yang seterusnya menjadikan tumpeng dihubungkan dengan gunung Semeru. Konon gunung ini adalah tempat para dewa bersemayam. Selain nasi tumpeng berbentuk kerucut dan menjulang seperti gunung tinggi, isian pelengkap tumpeng juga bermakna. Isian yang disusun horizontal melambangkan hubungan antar manusia. Begitupula dengan keragaman lauk-pauknya memiliki arti kehidupan dunia yang kompleks.

Sedikit berbeda dengan makna penyusunan nasi tumpeng dan ragam lauk sebelumnya, ada literatur yang menjelaskan kehidupan orang Jawa sangat erat dengan alam. Mereka sadar bahwa hidup mereka bergantung dari alam. Banyak pelajaran yang menjadi pedoman hidup sehari-hari mereka ambil dari alam (Ch dan Sudarsono, 2008). Peletakan dan penentuan lauk-pauk dalam sajian tumpeng juga didasari akan pengetahuan dan hubungan mereka dengan alam.

Mayoritas penghasilan orang Jawa berasal dari sektor pertanian. Keadaan ini disebabkan oleh banyaknya gunung di pulau Jawa dan jenis tanah vulkanik yang subur sehingga cocok untuk bertani. Banyak orang Jawa yang tinggal di sekitar gunung menanam padi, sayuran, buah-buahan dan memelihara ternak seperti ayam, bebek, kambing, domba, sapi atau kerbau. Jadi hampir seluruh kebutuhan hidup mereka didapatkan dari tanah di sekitar gunung.

Kondisi geografi dan sosial orang Jawa tersebut diekspresikan melalui sajian tumpeng. Nasi yang berbentuk kerucut diletakan di tengah dan aneka lauk disusun mengelilingi kerucut itu. Peletakan nasi dan lauk-pauk seperti ini merepresentasikan gunung dan tanah yang subur di sekitarnya. Tanah di sekeliling gunung dipenuhi dengan beragam lauk yang menandakan semua lauk berasal dari alam, hasil tanah. Tanah menjadi lambang kesejahteraan yang hakiki.

Selain peletakannya, penentuan lauk juga didasari oleh kebijaksanaan sebagai hasil belajar dari alam. Tumpeng merupakan simbol ekosistem kehidupan. Kerucut nasi yang menjulang tinggi melambangkan keagungan Tuhan Yang Maha Pencipta alam beserta isinya, sedangkan ragam lauk dan sayuran merupakan simbol dari isi alam ini. Oleh sebab itu penentuan lauk-pauk di dalam tumpeng biasanya mewakili semua yang ada di alam ini (Shahab, 2006).

Dalam kepercayaan Hindu-Jawa alam terdiri dari alam tumbuh, binatang dan manusia. Di sini, alam tumbuhan diwujudkan melalui bahan-bahan, seperti kacang panjang dan sayur kangkung. Alam fauna dapat berasal dari dua unsur yaitu darat dan air, dan diwujudkan melalui daging hewan seperti ayam, kambing, sapi dan jenis jenis ikan. Adapun alam manusia diwujudkan dalam bentuk keseluruhan sajian tumpeng itu sendiri, yaitu makhluk yang bergantung pada Tuhan dan alam.

Ada satu sumber yang menyebutkan lauk-pauk tumpeng umumnya mewakili unsur asal makanan. Terdiri dari tujuh lauk antara lain tahu dan tempe bacem, ikan, sayuran urap, ayam utuh, umbi-umbian, bubur dan jajanan pasar. Tujuh dalam bahasa Jawa disebut pitu. Kata pitu merujuk pada arti pitulungan atau pertolongan. Sebaliknya sumber lain mengatakan tidak ada lauk-pauk yang baku untuk menyertai nasi tumpeng asalkan memenuhi unsur-unsur alam seperti uraian di atas. Walaupun berlawanan dalam kriteria penentuan lauknya, namun makna simbolis di balik sajian tumpeng tetaplah sama.

 

1. Nasi putih

Pada jaman dahulu, tumpeng selalu disajikan dari nasi putih yang berbentuk gunungan atau kerucut. Bentuk ini melambangkan tangan yang merapat menyembah Tuhan. Nasi putih juga melambangkan bahwa segala sesuatu yang kita makan menjadi darah dan daging haruslah dipilih dari sumber yang bersih atau halal. Bentuknya yang berupa gunungan juga dapat diartikan sebagai harapan agar kesejahteraan hidup kita semakin “naik” dan “tinggi”.

Dalam perkembangannya, nasi tumpeng memiliki dua warna dominan yaitu putih dan kuning. Bila kita kembali pada pengaruh ajaran Hindu yang masih sangat kental di Jawa, putih diasosiasikan dengan Indra, Dewa Matahari. Matahari adalah sumber kehidupan yang cahayanya berwarna putih. Selain itu putih di banyak agama melambangkan kesucian. Warna kuning melambangkan rezeki, kelimpahan, kemakmuran.

Melihat hubungan antara makna di balik bentuk dan warna nasi tumpeng, keseluruhan makna dari tumpeng ini adalah pengakuan akan adanya kuasa yang lebih besar dari manusia yaitu Tuhan, yang menguasai alam dan aspek kehidupan manusia, yang menentukan awal dan akhir, Wujud nyata dari pengakuan ini adalah sikap penyembahan terhadap Sang Kuasa dimana rasa syukur, pengharapan dan doa ditujukan kepadaNya supaya hidup semakin baik, menanjak dan tinggi seperti halnya bentuk kemuncak tumpeng itu sendiri. Jadi tumpeng mengandung makna religius yang dalam sehingga kehadirannya menjadi sakral dalam upacara-upacara syukuran atau selamatan.

 

2. Ayam

Ayam jago atau jantan yang dimasak utuh ingkung dengan bumbu kuning/kunir dan diberi kaldu santan yang kental merupakan simbol menyembah Tuhan dengan khusuk (manekung) dengan hati yang tenang (wening). Ketenangan hati dicapai dengan mengendalikan diri dan sabar (nge’reh’ rasa). Menyembelih ayam jago juga mempunyai makna menghindari sifat-sifat buruk yang dilambangkan oleh ayam jago, diantaranya adalah sombong, congkak, kalau berbicara selalu menyela dan merasa tahu/menang/benar sendiri (berkokok), tidak setia, dan tidak perhatian dengan anak istri.

 

3. Hidangan laut

Alam fauna diwakili oleh lauk-pauk. Sepertinya lauk yang mewakili unsur air banyak mengandung makna yang bisa diterapkan dalam kehidupan. Ikan dipastikan mewakili hewan air. Dalam tumpeng modern, menu ikan sering digantikan dengan udang. Ada tiga jenis ikan yang bisa dipakai untuk melengkapi jenis lauk-pauk yang terdapat di dalam tumpeng:

  • Ikan Lele tahan hidup di air yang tidak mengalir dan terdapat di dasar sungai. Menghadirkan ikan lele sebagai lauk dalam tumpeng merupakan simbol ketabahan, keuletan dalam hidup, serta sanggup bertahan hidup dalam situasi ekonomi paling bawah sekalipun. Kebiasaan hidup lele juga diharapkan akan diterapkan dalam kehidupan karier manusia, yakni agar tidak sungkan meniti karier dari bawah.
  • Ikan Bandeng terkenal dengan duri-duri halusnya yang jumlahnya seperti tidak terbatas. Hampir setiap gigitan ada duri di dalamnya. Melalui hidangan ini orang berharap setiap saat bisa mendapat rezeki dan jumlahnya selalu banyak atau bertambah seperti duri ikan bandeng.
  • Ikan Teri/Gereh Pethek dapat digoreng dengan tepung atau tanpa tepung. Ikan teri ukurannya sangat kecil dan mudah menjadi santapan ikan yang lebih besar apabila ia berenang sendirian. Oleh karena itu ikan teri hidupnya selalu bergerombol. Ini mengingatkan manusia bahwa mereka tidak bisa hidup sendiri. Mereka adalah makhluk yang lemah dan membutuhkan bantuan orang lain untuk hidup. Dengan demikian, ikan teri melambangkan kerukunan dan kerjasama yang harus dibina sesama manusia.

 

4. Telur

Telur direbus pindang, bukan didadar atau di-mata sapi, namun harus dihidangkan utuh dengan cangkangnya (tidak dipotong). Untuk memakannya harus dikupas dulu. Proses memasak dan memakan telur itu melambangkan semua tindakan yang kita lakukan harus direncanakan (dikupas), dikerjakan sesuai rencana dan dievaluasi hasilnya demi tercapainya kesempurnaan.

 

5. Sayuran dan urap-urapan

Sayuran urap merupakan jenis menu yang umum dipilih dan dapat mewakili tumbuhan darat. Jenis sayurnya tidak dipilih begitu saja karena tiap sayur juga mengandung perlambang tertentu. Sayuran yang harus disediakan adalah:

  • Kangkung bisa tumbuh di air dan di darat, begitu juga yang diharapkan pada manusia yang harus sanggup hidup di mana saja dan dalam kondisi apa pun. Kangkung juga berarti ‘jinangkung’ yang artinya melindungi.
  • Bayam mempunyai warna hijau muda yang menyejukkan dan bentuk daunnya sederhana, tidak banyak lekukan. Sayur ini melambangkan kehidupan yang ayem tenterem (aman dan damai), tidak banyak konflik seperti sederhananya bentuk daun dan sejuknya warna hijau pada sayur bayam.
  • Taoge keluar dari biji kacang hijau. Di dalam sayur kecil ini terkandung makna kreativitas tinggi. Seseorang yang selalu memunculkan ide-ide baru adalah seseorang yang kreativitasnya tinggi dan bisa berhasil dalam hidupnya. Taoge juga jenis sayuran yang sangat mudah dihasilkan. Hal ini mengandung pengharapan bahwa manusia dapat terus tumbuh dan berkembang, mempunyai anak cucu.
  • Kacang panjang harus hadir utuh, tanpa dipotong. Maksudnya agar manusia hendaknya selalu berpikir panjang sebelum bertindak. Selain itu kacang panjang juga melambangkan umur panjang. Kacang panjang utuh umumnya tidak dibuat hidangan, tetapi hadir sebagai hiasan yang mengelilingi tumpeng atau ditempelkan pada badan kerucut.
  • Bawang merah (brambang dalam bahasa Jawa) melambangkan mempertimbangkan segala sesuatu dari sisi baik atau buruknya dengan matang.
  • Cabe merah biasanya diletakkan di ujung tumpeng. Ini merupakan simbol lidah api yang memberikan penerangan/teladan yang akan bermanfaat bagi diri sendiri dan orang lain.
  • Kluwih berarti linuwih atau mempunyai kelebihan dibanding yang lainnya.
  • Bumbu urap yang berarti urip/hidup atau mampu menghidupi dan menafkahi keluarga.

 

Tumpeng merupakan bagian penting dalam perayaan kenduri tradisional. Perayaan atau kenduri adalah wujud rasa syukur dan terima kasih kepada Yang Maha Kuasa atas melimpahnya hasil panen dan berkah lainnya. Karena memiliki nilai rasa syukur dan perayaan, hingga kini tumpeng sering kali berfungsi sebagai kue ulang tahun dalam perayaan pesta ulang tahun.

Dalam kenduri, syukuran, atau slametan, dulu sesepuh yang memimpin doa biasanya akan memulai acara dengan menguraikan makna yang terkandung dalam sajian tumpeng. Tujuannya agar para hadirin memahami makna tumpeng dan mendapat wejangan berupa ajaran hidup dan nasehat.

Setelah pembacaan doa, tradisi tak tertulis menganjurkan pucuk tumpeng dipotong dan diberikan kepada orang yang paling penting, paling terhormat, paling dimuliakan, atau yang paling dituakan di antara orang-orang yang hadir. Ini dimaksudkan untuk menunjukkan rasa hormat kepada orang tersebut. Kemudian semua orang yang hadir diundang untuk bersama-sama menikmati tumpeng tersebut. Dengan tumpeng masyarakat menunjukkan rasa syukur dan terima kasih kepada Tuhan sekaligus merayakan kebersamaan dan kerukunan.

Acara yang melibatkan nasi tumpeng disebut secara awam sebagai ‘tumpengan’. Di Yogyakarta misalnya, berkembang tradisi ‘tumpengan’ pada malam sebelum tanggal 17 Agustus, Hari Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, untuk mendoakan keselamatan negara.

Seiring berjalannya waktu, tumpeng sudah mulai meninggalkan nilai-nilai spiritual aslinya. Kini tumpang dibuat lebih estetik dan diperhatikan nilai gizinya. Karenanya menambahkan sayuran seperti seledri, wortel, dan tomat sudah banyak dilakukan. Kita juga mungkin menjumpai lauk-pauk lain seperti perkedel, abon hingga serundeng bahkan ikan asin yang menemani nasi tumpeng.

Untuk penyajiannya, tumpeng kecil bisa disajikan untuk 10 orang. Ukuran sedang 20 orang dan ukuran besar 30 orang. Khusus perayaan HUT RI, biasanya nasi tumpeng tak sekedar jadi suguhan. Menghias nasi tumpeng juga sering dijadikan sebagai perlombaan kreasi ibu-ibu untuk menghasilkan tumpeng yang lengkap dengan tampilan cantik.

Kreasi tumpeng ibu-ibu bolehlah berbeda. Suku, ras dan agama di Indonesia tidaklah sama. Tetapi selama tidak keluar dari pakemnya, warisan budaya Jawa dan Hindu yang berwujud tradisi tumpengan akan tetap terjaga manakala kita tak berhenti bersyukur. Nyam, nyam, nyam:-D

 

Terima kasih kepada para sumber Dewantara Magazine dan Detik Food.

Artikel ini dipersembahkan oleh Guruexpat.com.

Lihat versi Inggris di sini.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You may use these HTML tags and attributes: <a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <s> <strike> <strong>