Satu lagi dari Indonesia. Satu frase yang mungkin terkesan aneh, unik atau lucu bagi banyak orang saat ini. Sukses menjangkiti semua kalangan dari anak kecil sampai para calon yang akan berlaga di PILKADA. Ya Tuhan! Semua terinfeksi ‘virusnya’. Adalah ‘Om Telolet Om’, telah menjadi viral di berbagai media sosial yang mengguncang jagad maya seperti instragram dan twitter. Frase ini bertengger pada peringkat trending topic dunia di twitter dengan tagarnya #omteloletom. Hadir pula deretan meme dan video tentang ‘Om Telolet Om’ hasil kreatifitas para netizen. Luar biasa! Dia pun menyusupi kepala saya bagai ‘cacing otak’.
Lelah dengan serangan di dunia maya, saya mematikan gadget berharap dapat melarikan pikiran saya dari frase ini sejenak. Nyatanya saya terlambat. ‘Om Telolet Om’ sudah mewabah. Berbagai perbincangan ringan atau serius di media tradisional radio dan televisi terselip frase ini. Alih-alih saya bersembunyi dari si cacing otak, lebih baik saya menyelidikinya.
Menjalar ke Para Musisi Dunia dan Klub-Klub Eropa
Dengan maksud lebay, biarkan saya mulai mengajukan sejumlah pertanyaan seputar ‘Om Telolet Om: “Mahluk apa itu?” “Apakah berwujud dan bisa disentuh?” “Jika tidak teraba, apakah dia semacam penyakit hati atau mantra kesembuhan?” saya mencoba berpikir positif. Atau dengan ekspresi yang lebih masuk akal: “Mengapa frase ‘Om Telolet Om’ menjadi begitu fenomenal?”
Hal ini disebabkan oleh beberapa musisi dunia, khususnya musisi dance dan elektro, ikut memposting kalimat tersebut pada akun Twitter dan Instagram mereka. Tak main-main sebut saja para DJ kenamaan sekelas Zedd, Martin Garrix, DJ Snake, Bassjackers, Marshmello & Alesso, Quintino, Showtek, Laidback Luke, hingga The Chainsmokers, dan masih banyak lainnya.
Bahkan yang menghebohkan, duo DJ asal Belanda, Firebeatz, menggunggah sebuah video remix dengan judul ‘Om Telolet Om VS Firebeatz’. Dalam deskripsi video tersebut Firebeatz menulis:
“Love for Indonesia and because this gives so much joy to a lot of people we decided to make a quick track with elements from some OM TELOLET OM movies :-)”
Maksudnya: “Cinta untuk Indonesia dan karena ini memberikan banyak suka cita kepada orang-orang kami memutuskan untuk membuat rekaman singkat dengan unsur-unsur dari beberapa film OM TELOLET OM:-)
Klub-klub Eropa kelihatannya sudah paham dengan maksud ‘Om Telolet Om’. Bisa dilihat dari postingan mereka, yang menyertakan gambar bus.
Inter Milan hanya memposting foto bus tim mereka, sementara Barcelona mengunggah foto Lionel Messi yang sedang naik bus tanpa atap. Kemudian Manchester City menampilkan kartun Pep Guardiola yang sedang menjadi supir bus.
Melalui Facebook, Real Madrid mengunggah foto mega bintang Cristiano Ronaldo yang sedang memegang dua trofi, yaitu pemain terbaik dan Piala Dunia Antarklub untuk menyapa Indonesia: “Halo Indonesia! Om Telolet Om,” tulis akun Facebook Real Madrid.
Arti dan Aspek Kebahasaan
Belum puas bersenang-senang dengan ‘Om Telolet Om’, frase ini juga menggelitik rasa penasaran dan keheranan beberapa orang. Saking anehnya Deddy Corbuzier pembawa acara Hitam Putih di Trans7 (21/12/2016), mengatakan ‘Om Telolet Om’ adalah semacam kanker jenis terbaru yang berhasil ditemukan orang Indonesia. Benarkah? Tentu saja dia bercanda. Saya pun ikut menertawakan leluconnya. Lalu, apa arti frase itu sebenarnya?
Om telolet om yang hakikatnya berarti, “Paman, bunyikan klaksonmu, Paman!” adalah frase yang terdiri dari tiga kata. Dua kata sama yaitu om dan satu kata telolet. Om diadopsi dari bahasa Belanda oom yang berarti paman, sedangkan telolet tidak ada artinya dalam bahasa Belanda maupun Indonesia.
Lantas bagaimana menjelaskan fenomena telolet dari aspek kebahasaan? Berdasarkan hasil penelusuran detik.com tentang frase ini, salah satunya berasal dari peristiwa anak-anak di Jepara. Mereka berdiri di pinggir jalan menunggu bus antar kota yang lewat dan berteriak ‘Om Telolet Om’ agar sopir membunyikan klaksonnya. Setelah mendengar suara klakson anak-anak itu melompat kegirangan.
Dari kejadian itu jelaslah bahwa kata Om atau paman merujuk pada sopir bus – penyebutan santun khususnya bagi anak-anak kepada pria yang usianya mendekati ayah mereka, sedangkan suara klakson terdengar seperti kata telolet.
Onomatope! Onomatopoeic words atau onomatopoeia (Inggris), saya pikir merupakan istilah yang tepat untuk memahami fenomena bahasa ini. Onomatope (dari Bahasa Yunani ονοματοποιία) adalah kata atau sekelompok kata yang menirukan bunyi-bunyi dari sumber yang digambarkannya. Konsep ini berupa sintesis dari kata Yunani όνομα (onoma = nama) dan ποιέω (poieō, = “saya buat” atau “saya lakukan”) sehingga artinya adalah “pembuatan nama” atau “menamai sebagaimana bunyinya”. Bunyi-bunyi ini mencakup antara lain suara hewan, suara-suara manusia yang bukan merupakan kata, seperti suara orang tertawa, hahaha…, dan suara-suara lain. Dengan demikian suara klakson yang terdengar telolet termasuk kategori suara-suara lain yang dinamai sesuai bunyinya atau onomatope. Simak beberapa contoh lain dari onomatope berikut ini:
- suara harimau: aum
- suara tikus: cicit
- suara kambing: embik, mbee
- suara dengkuran: ngorok
- suara kucing: eong
- suara anjing: gonggong
- suara keluhan: huh
- suara kuda: ringkik
Seperti yang saya singgung sebelumnya, demam frase yang mengandung onomatope ini melanda banyak orang. Siapa yang tidak iri dengan kegembiraan anak-anak saat klakson telolet berbunyi? Tak sedikit orang dewasa ikut menyorongkan tulisan berukuran besar ‘Om Telolet Om’ di karton sambil meneriaki bus antar kota yang melintas. Harapannya sama. Agar orang dewasa punya alasan untuk berjingkrak di pinggir jalan ketika para sopir membunyikan klakson mereka. Mungkin kata malu sudah dikesampingkan dari para teloleter (sebutan saya untuk pemburu klakson telolet). Kalau terus begini, bisa merepotkan polisi dan para pengendara, bahkan resiko celaka segera menanti bagi yang tidak hati-hati.
Bagi orang dewasa yang tentu saja tidak ada hubungan paman dengan sopir bis, om juga berarti pak. Jadi ‘Om Telolet Om’ bisa diinpretasikan, “Pak, bunyikan klaksonmu, Pak!”
Asal Usul
Beranjak dari kisah teloleter dan aspek kebahasaannya, akan lebih menarik jika kita mengetahui dari mana asal klakson dengan bunyi teloletnya itu. Ketua Bismania Community Arief Setiawan menuturkan, bunyi telolet yang merepresentasikan klakson bus justru muncul pertama kali bukan di Indonesia, melainkan Timur Tengah. Bunyi itu digunakan untuk mengusir unta yang kerap berada di jalanan.
Kemudian, ada seorang pengusaha yang mendengar bunyi khas tersebut dan membawa ‘pulang’ ke Indonesia untuk digunakan sebagai klakson bus. “(Bunyi) telolet itu justru aslinya dari Timur Tengah untuk ngusir unta. Di Arab kalau enggak salah. Kemudian setahu saya dulu ada pengusaha, dengar suara itu dipasang di busnya. Tapi waktu itu kan belum banyak yang pakai telolet. Belum jadi viral, kan?” kata Arief kepada detikcom, Kamis (22/12/2016).
Demikianlah sekelumit fenomena bahasa ‘Om Telolet Om’ yang mengandung onomatope. Lepas dari potensi negatifnya, percayalah pada saya seluruh masyarakat dunia khususnya Indonesia menyadari bahwa frase ‘Om Telolet Om’ tidak ada urgensinya sama sekali kecuali lelucon. Namun, di tengah ujian bencana alam dan bergulirnya kasus-kasus seperti dugaan penistaan agama, kompetisi jelang PILKADA, makar, disintegrasi bangsa, penemuan bom dan penangkapan teroris di sejumlah lokasi di Indonesia, frase ini berkontribusi menurunkan suhu politik yang ‘agak hangat’ (meminjam istilah presiden tercinta kami, Bapak Jokowi).
Dengan kreativitas dan optimisme, ‘cacing otak’ ini bahkan menjadi salah satu pelipur lara yang bergerak lincah untuk memeriahkan selebrasi tutup tahun. Seperti kata orang bijak: “Bahagia itu sederhana.” “Om Telolet Om!”
Baca versi Inggrisnya di sini.
Artikel ini dipersembahkan oleh guruexpat.com